EVERNA Tiga Jalan - Andry Chang
Memperkenalkan Arcel Raine, Character Brand Ambassador Everna Saga |
Andry Chang
Di
mana aku?
Kali berikut mata ini terbuka,
tampaklah sebuah jalan setapak. Kususuri jalan yang membelah hutan gelap itu
hingga mencapai tempat terbuka. Rambut merahku berkibar diterpa angin malam.
Mata cokelatku terbelalak. Di
hadapanku terbentang sebuah kastil yang tak lebih besar dari kastil bangsawan
kasta menengah. Anehnya, dinding kastil itu terbuat dari batu-batuan istimewa,
hingga tampak gemerlap memantulkan cahaya rembulan. Firasat mendorongku
memasuki kastil yang gerbangnya terbuka itu.
Saat menyusuri koridor demi
koridor, kutatap dua deretan cermin yang tergantung sepanjang dinding. Uniknya,
bukan bayanganku yang tampak di cermin, melainkan beragam citra.
Hampir tiba di tengah balairung
bundar kastil, aku terkejut oleh kemunculan seekor kuda hitam raksasa Seketika,
segala kenangan buruk membanjiri benakku, menderanya tanpa jeda.
Lantas akalku terbit. Kupusatkan
pikiran pada kenangan-kenangan termanis dan mimpi-mimpi terindah. Kutatap mata
kuda hitam itu sambil mengentakkan tenaga dalam. Kuda itu meringkik nyaring.
Seketika, kenangan terburuk sepanjang hidup menyerbu benakku. Itu adalah saat
guru membunuh ayah di depan mata. Teriring satu bisikan, “Menyerah sajalah! Kau
takkan mampu mencegah hal-hal terburuk terjadi, termasuk kematianmu sendiri!
Biarkanlah maut menjemput nyawamu!”
“Ini bukan akhirat, kan? Ini bukan akhir
perjalananku! Aku tak menyerah pada Mephistopheles, mengapa aku harus menyerah
padamu?” Sambil mengentakkan energi pamungkas, kupusatkan pikiran pada kenangan
yang mengatasi kenangan terburuk itu, yaitu pesan terakhir ayah padaku untuk
memilih jalanku sendiri dan menjalaninya sampai akhir.
Tubuh si kuda hitam terhantam
keras oleh energiku hingga terpelanting dan tersuruk di lantai. Lalu ia
bangkit, mengepakkan sayap dan terbang pergi lewat jendela besar balairung yang
terbuka. “Sial, ia jauh lebih kuat dari dugaanku,” rutuknya.
Kuhela napas lega.
“Wah, kau berhasil mengusir
Nightmare, si penjaga mimpi buruk di Kastil Mimpi,” ujar seorang wanita yang
menghampiriku dari ujung balairung. Kulitnya sawo matang dan jubahnya
berwarna-warni. “Kau sudah lulus Ujian Mimpi. Siapa namamu?”
“Arcel Raine,” sambungku. “Tapi
apa aku masih di Everna? Yang terakhir kuingat aku terjebak dalam ledakan saat
bertarung melawan Mephistopheles.”
“Kini kau ada di Limbo, ranah
antara alam baka, alam fana dan antar dimensi. Namaku Auryn, dan aku salah
seorang dari lima Tetua Agung Kastil Mimpi.”
Aku terkesiap. “Jadi, apa aku
sudah... tewas?”
Auryn menggeleng. “Berkat
kehendak Vadis kau kini masih hidup. Namun, kini kau harus memilih antara tiga
jalan ini.”
Tiga cermin muncul di depanku.
“Maksudmu?” tanyaku.
“Tiga jalan ini menuju tempat
untuk melanjutkan hidupmu. Lihat baik-baik satu per satu.”
Saat menatap cermin pertama,
tampak sosok Vanessa, gadis elf yang pernah jadi kekasihku di Ishmina. Pilihan
jalan hidup yang berbeda membuat kami terpaksa berpisah.
Di cermin kedua ada Genna
Kapadokios, gadis berkacamata dan berambut perak yang tengah menangisi diriku.
Ia mengira aku telah tewas bersama Raja Iblis, Mephistopheles.
Di cermin ketiga, tampak seorang
gadis manis berambut ungu panjang. Raut wajahnya pucat, seakan ia dalam bahaya.
“Nah, jalan apa yang akan
kaupilih?” tanya Auryn.
Aku terdiam sejenak, lalu menjawab,
“Aku sudah tak bisa lagi bersama Vanessa. Dengan Genna, mungkin aku akan hidup
tenang. Tapi kurasa aku terpanggil menolong gadis berambut ungu itu. Jadi,
pilihanku adalah cermin ketiga.”
Auryn mengangguk sambil
tersenyum. “Silakan, Arcel Raine. Ukirlah legenda baru di dunia dan dimensi
lain.”
“Terima kasih, Auryn,” jawabku
sambil melangkah ke dalam portal antar dimensi di cermin ketiga.
Aku belum paham kalimat terakhir
Auryn tadi. Namun aku mendapat firasat, perjalananku sebagai musafir antar
ranah dimulai di sini.
Di
Kastil Mimpi.
Versi lain diikutsertakan dalam Tantangan Menulis Kastil Mimpi (Facebook/Instagram). #TMKM_19
Kisah ini terbit dalam antologi Everna Saga: Tapal Batas.
Comments